- Hasil Kesepakatan Pemkab Dengan Pengusaha Terkait Kerusakan Jalan Direspon Negatif
TEGALWARU, RAKA - Pasca dikeluarkannya hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan kalangan Muspida bersama OPD terkait di lingkungan Pemkab dengan perwakilan dari 9 perusahaan yang ada di wilayah Kecamatan Tegalwaru-Pangkalan dalam menyikapi kerusakan Jalan Badami-Loji, Kamis (14/4) lalu, alih-alih mampu meredam kekecewaan masyarakat Badami-Loji, kini masyarakat semakin tidak percaya terhadap kinerja Pemkab Karawang.
Seperti dikatakan tokoh agama Desa Wargasetra, Kecamatan Tegalwaru, H. Dudin, respon masyarakat atas hasil kesepakatan tersebut sangat negatif. Menurutnya, dalam hadits Al-Bukhari dikatakan bahwa harta, jabatan, dan anak merupakan ujian sekaligus amanah. Namun, jika amanah yang kini dipegang para pejabat Pemkab Karawang tidak bisa menjaganya, maka akan jadi fitnah dan berdampak pada datangnya bencana.
“Sepertinya saat ini khususnya di Karawang, jabatan (kekuasaan) dan kekuatan harta yang berupa uang akan menjadi bencana. Bagaimana tidak, eksploitasi alam dan pembuangan limbah yang sudah sekian lama berjalan dan berdampak pada kerusakan lingkungan terus dibiarkan, sementara jika rakyat yang nyata terkena dampak berusaha untuk menyuarakan ini, dituntut harus sesuai prosedur dengan alasan jangan sampai ada tindakan pidana, sementara banyak perusahaan yang sejak awal berdiri sudah menyalahi aturan dibiarkan,” katanya, Jumat (15/4) kemarin.
Tokoh pemuda Desa Cintawargi, Kecamatan Tegalwaru, Anang, mengatakan, pejabat Pemkab karawang sudah membiarkan bahkan mendukung adanya pelanggaran di Karawang Selatan. Mulai dari Undang-undang (UU) Lingkungan Hidup, maupun UU Lalu Lintas. Bahkan, Surat Keputusan Bupati Karawang, dan surat Dinas Perhubungan yang notabene dibuat oleh pejabat pemkab, juga tidak dihiraukan. “”Kalau begitu menurut saya, pejabat ini memilih di penjara daripada menegakan UU dan aturan atau membela rakyatnya sendiri,” katanya.
Ia melanjutkan, masyarakat memandang Pemkab Karawang telah bertekuk lutut dan tidak berkutik terhadap pengusaha. Para pejabat lebih mengedepankan kebijakan yang dimohon oleh pengusaha daripada penegakan UU, perda, dan SK Bupati. “Jika memang sudah seperti ini, daripada mati karena bencana, lebih baik mati perang melawan pemerintah yang sudah mendzholimi kami sebagai rakyat,” tandasnya.
“Apa salahnya jika pemerintah menegakan aturan dan UU yang sudah ada. Selain ibadah, karena itu merupakan kewajiban juga kelak meraka aman dari jeratan hukum, dan saya tidak habis pikir padahal pengusaha ini orang luar derah, sementara masyarakat (Badami-Loji) 90 persen penduduk asli,” lanjut Anang.
Sementara itu Warga Desa Ciptasari, Kecamatan Pangkalan, Aseng, mengatakan jika ada kerusakan jalan sebelum parah, baik pihak perusahaan atau pemerintah tidak pernah memperbaikinya, sekalipun jika sudah diperbaiki oleh perusahaan hanya dengan batu barangkal atau batu kapur. “Sebenarnya hanya layak dilalui oleh mobil besar saja, atau jika kendaraan roda dua ya trial seperti Bupati kita, paling mulus setelah diurug batu barangkali diurug abu batu yang membuat serba salah, jika hujan jalan jadi kotor berlumpur dan licin, jika kemarau jadi lautan abu yang berbahaya pada siapapun yang melintas di jalur tersebut. Sekalipun diaspal, kekuatannya hanya satu hari keduanya sudah hancur, ini bukti kuat jalan yang dibuat dia sendiri hancur ironiskan. Saat ini saya mendengar perusahaan minta toleransi dari aturan pemerintah seolah-olah tanpa dosa, dan hebatnya lagi pejabat kabupaten tidak mempermasalahkan memproses kesalahan atau pelanggaran yang diperbuat oleh perusahaan tersebut,” tutur Aseng. (ark)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar