- Pemkab Dinilai Terlalu Toleran Pada Pengusaha
KARAWANG, RAKA- Hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan kalangan Muspida bersama OPD terkait di lingkungan Pemkab dengan perwakilan dari 9 perusahaan yang ada di wilayah Kecamatan Tegalwaru-Pangkalan dalam menyikapi kerusakan Jalan Badami-Loji, Kamis (14/4), sepertinya masih berkutat pada beberapa poin yang pernah digulirkan sebelumnya. Yakni, pembatasan tonase dan larangan jam pengangkutan dari truk-truk pengangkut hasil produksi maupun bahan baku yang boleh melintas di jalur jalan ini.
Yang membedakan, toleransi tonase yang sebelumnya dipatok hanya maksimal 30 ton kotor, kini pambatasan tonase itu diberlakukan pengecualian bagi angkutan yang menggunakan kendaraan trailler antara 34 hingga 35 ton. Khususnya kendaraan berat yang biasa digunakan PT Esa Kertas Nusantara. Jam larangan mobilitas pengangkutan juga diberikan mulai start atau berangkat di setiap pabrik sejak pukul 21.00 sampai 06.00. Artinya, ketika truk-truk berat tersebut sampai tiba di Badami pukul 23.00, petugas tidak diperkenankan melakukan penyetopan.
Di sesi awal rapat yang dibuka jam 10.00 hingga masuk istirahat jam 13.00, semua poin kesepakatan yang diulang itu tidak ada masalah. Namun ketika masuk ke sesi kedua untuk dilakukan penandatanganan, beberapa perwakilan perusahaan mengajukan keberatan atas beberapa poin yang dianggapnya sulit diterapkan di lapangan. Yaitu pembatasan tonase dan jam larangan pengangkutan. Alasannya, justru jika truk-truk angkutan produksi diijinkan siang hari bisa mengganggu mobilitas masyarakat sekitar.
Namun Asda I Saleh Effendi yang memimpin rapat punya alasan lain. Bahwa pengaturan waktu pengangkutan berdasarkan keinginan masyarakat warga di sepanjang jalan Badami-Loji. Di antara butir-butir kesepakatan, pihak perusahaan menyadari pentingnya sarana jalan tersebut untuk kemudian kerusakan mesti diperbaiki. Kendati tidak secara tegas menyebutkan, sejauhmana kontribusi perusahaan dalam memperbaikinya. Hanya kuasa hukum PT Atlasindo, Asep Agustian, SH sempat menyebutkan ke kalangan pers, bahwa setiap perusahaan di wilayah Karawang Selatan ini telah siap berpartisipasi 2 km.
Selain itu, perusahaan siap pula memperhatikan dan peduli lingkungan, turut menciptakan keamanan dan ketertiban, serta sepakat mentaati semua keputusan hasil pertemuan yang berakhir hingga pukul 16 lewat. Mengenai syarat perijinan disepakati dipenuhi. Adapun pemberlakukan pembatasan, baik yang berhubungan dengan tonase angkutan maupun jam mobilisasi angkutan, pertimbangannya adalah menjaga kenyamanan warga di sepanjang jalan Badami-Loji hingga menghindari kebisingan yang berpengaruh kepada terganggunya kenyamanan warga setempat.
Menanggapi kesepakatan ini, juru bicara Presidium Penyelamat Karawang Selatan (P2KS), Cepyan Lukmanul Hakim, tetap merasa tidak puas. Karena yang dibutuhkan pihaknya bersama warga di sepanjang jalur jalan Badami-Loji adalah ketegasan Pemkab untuk menghentikan truk-truk bertonase di atas kemampuan daya jalan kelas III. Kalau pun toleransi diberikan, tegas Cepyan, berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan, toleransi itu hanya 20 ton. Sebab daya tahan jalan Badami-Loji hanya mampu menahan beban berat antara 8 hingga 10 ton.
“Undang-undang tidak bisa dikalahkan oleh hasil kesepakatan. Bila tetap dipaksakan, berarti Pemkab maupun pihak perusahaan melanggar Undang-undang. Atau memang mereka tidak paham? Ironis dong. Perlu kami tegaskan, sebenarnya kalau Pemkab mau serius sangat mudah menyelesaikan persoalan jalan Badami-Loji. Laksanakan saja peraturan yang ada. Apabila solusi yang diambil terus-terus berkutat pada hal-hal yang seharusnya tidak perlu, apalagi sampai sepakat melanggar Undang-undang, kami siap melakukan gugatan class action,” tegas Cepyan.
Begitu pula soal batasan jam pengangkutan, kata Cepyan lagi, mestinya 1 X 24 jam bagi truk-truk bermuatan di atas tonase kemampuan jalan tetap dilarang melintas. Atau penutupan diberlakukan sejak pukul 15.00 hingga 07.00. Diluar jam itu, sebut Cepyan, rutinitas kerja masyarakat pengguna jalan dipastikannya terus terganggu. (vins)
TAWAR-MENAWAR: Rapat Muspida dengan 9 perusahaan di Tegalwaru-Pangkalan soal Jalan Badami-Loji, kemarin. |
Yang membedakan, toleransi tonase yang sebelumnya dipatok hanya maksimal 30 ton kotor, kini pambatasan tonase itu diberlakukan pengecualian bagi angkutan yang menggunakan kendaraan trailler antara 34 hingga 35 ton. Khususnya kendaraan berat yang biasa digunakan PT Esa Kertas Nusantara. Jam larangan mobilitas pengangkutan juga diberikan mulai start atau berangkat di setiap pabrik sejak pukul 21.00 sampai 06.00. Artinya, ketika truk-truk berat tersebut sampai tiba di Badami pukul 23.00, petugas tidak diperkenankan melakukan penyetopan.
Di sesi awal rapat yang dibuka jam 10.00 hingga masuk istirahat jam 13.00, semua poin kesepakatan yang diulang itu tidak ada masalah. Namun ketika masuk ke sesi kedua untuk dilakukan penandatanganan, beberapa perwakilan perusahaan mengajukan keberatan atas beberapa poin yang dianggapnya sulit diterapkan di lapangan. Yaitu pembatasan tonase dan jam larangan pengangkutan. Alasannya, justru jika truk-truk angkutan produksi diijinkan siang hari bisa mengganggu mobilitas masyarakat sekitar.
Namun Asda I Saleh Effendi yang memimpin rapat punya alasan lain. Bahwa pengaturan waktu pengangkutan berdasarkan keinginan masyarakat warga di sepanjang jalan Badami-Loji. Di antara butir-butir kesepakatan, pihak perusahaan menyadari pentingnya sarana jalan tersebut untuk kemudian kerusakan mesti diperbaiki. Kendati tidak secara tegas menyebutkan, sejauhmana kontribusi perusahaan dalam memperbaikinya. Hanya kuasa hukum PT Atlasindo, Asep Agustian, SH sempat menyebutkan ke kalangan pers, bahwa setiap perusahaan di wilayah Karawang Selatan ini telah siap berpartisipasi 2 km.
Selain itu, perusahaan siap pula memperhatikan dan peduli lingkungan, turut menciptakan keamanan dan ketertiban, serta sepakat mentaati semua keputusan hasil pertemuan yang berakhir hingga pukul 16 lewat. Mengenai syarat perijinan disepakati dipenuhi. Adapun pemberlakukan pembatasan, baik yang berhubungan dengan tonase angkutan maupun jam mobilisasi angkutan, pertimbangannya adalah menjaga kenyamanan warga di sepanjang jalan Badami-Loji hingga menghindari kebisingan yang berpengaruh kepada terganggunya kenyamanan warga setempat.
Menanggapi kesepakatan ini, juru bicara Presidium Penyelamat Karawang Selatan (P2KS), Cepyan Lukmanul Hakim, tetap merasa tidak puas. Karena yang dibutuhkan pihaknya bersama warga di sepanjang jalur jalan Badami-Loji adalah ketegasan Pemkab untuk menghentikan truk-truk bertonase di atas kemampuan daya jalan kelas III. Kalau pun toleransi diberikan, tegas Cepyan, berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan, toleransi itu hanya 20 ton. Sebab daya tahan jalan Badami-Loji hanya mampu menahan beban berat antara 8 hingga 10 ton.
“Undang-undang tidak bisa dikalahkan oleh hasil kesepakatan. Bila tetap dipaksakan, berarti Pemkab maupun pihak perusahaan melanggar Undang-undang. Atau memang mereka tidak paham? Ironis dong. Perlu kami tegaskan, sebenarnya kalau Pemkab mau serius sangat mudah menyelesaikan persoalan jalan Badami-Loji. Laksanakan saja peraturan yang ada. Apabila solusi yang diambil terus-terus berkutat pada hal-hal yang seharusnya tidak perlu, apalagi sampai sepakat melanggar Undang-undang, kami siap melakukan gugatan class action,” tegas Cepyan.
Begitu pula soal batasan jam pengangkutan, kata Cepyan lagi, mestinya 1 X 24 jam bagi truk-truk bermuatan di atas tonase kemampuan jalan tetap dilarang melintas. Atau penutupan diberlakukan sejak pukul 15.00 hingga 07.00. Diluar jam itu, sebut Cepyan, rutinitas kerja masyarakat pengguna jalan dipastikannya terus terganggu. (vins)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar