DENGKLOK, RAKA- Setelah sebelumnya menyerang Kecamatan Cikampek, kini hama ulat bulu menyebar ke Desa Amansari, Kecamatan Rengasdengklok. Ulat bulu tersebut ditemukan warga pada beberapa batang pepohonan di area hijau SPBU desa tersebut. Meski serangan ulat bulu tidak sesporadis seperti di Jawa Timur, warga tetap merasa cemas dampak dari ulat bulu tersebut bisa menimbulkan ancaman penyakit.
Seperti dikatakan Andri Kurniawan, salah seorang pengendara, ia menemukan komunitas ulat bulu tersebut di beberapa pohon di lokasi SPBU. Kata dia, populasi ulat bulu yang ditemukannya itu sangat memungkinkan untuk berkembang dengan pesat. Mengingat suhu dan cuaca di Karawang sekarang ini dinilai sangat mendukung untuk pertumbuhannya. “Keberadaan ulat ulat bulu ini memang belum sampai menggelikan warga yang melihatnya, seperti di daerah Jawa Timur. Namun, Distanhut lebih baik mewaspadai populasinya,” ungkapnya.
Menurut Andri, serangan ulat bulu di timur pulau Jawa harus menjadi pembelajaran bagi daerah lainnya, termasuk Karawang. Letak geografis Karawang yang didominasi sektor perkebunan juga pesawahan, berpotensi memunculkan populasi ulat bulu dalam jumlah besar. Imbasnya, daerah yang menjadi sasaran populasi ulat bulu, bukan tidak mungkin membuat warganya rawan terserang penyakit. “Penyakit yang ditimbulkan bisa berdampak pada beberapa sektor. Semisal, di Bekasi, ada sekolah yang diliburkan ketika ditemukan populasi ulat bulu dalam jumlah besar, karena membuat sejumlah siswanya terserang penyakit gatal gatal. Ini tidak perlu terjadi. Semua leading sektor perlu melakukan komunikasi untuk mengundang tim pemberantas ulat bulu dari Jawa Barat. Tugas DPRD untuk menyusun kegiatan di beberapa titik yang telah dilaporkan,” jelasnya.
Sementara itu, pakar ekologi Universitas Diponegoro Semarang, Sapto P Putro, menilai penggunaan pestisida untuk membasmi ulat bulu yang mewabah di sejumlah daerah akhir-akhir ini tidak tepat. “Penggunaan pestisida sebenarnya justru memberikan efek resistensi ulat bulu dan mencemari lingkungan sekitar,” katanya.
Menurut dia, cara paling efektif untuk mengatasi merebaknya populasi ulat bulu sebenarnya dengan mengontrol populasi binatang itu secara alami, yakni mengembalikan musuh alami ulat bulu ke alam. Ia menjelaskan semakin berkurangnya populasi hewan yang menjadi pemangsa alami ulat bulu saat ini, seperti burung pemakan serangga dan semut pohon turut memengaruhi merebaknya populasi ulat bulu.
“Populasi semut pohon yang biasa disebut semut ‘rangrang’ saat ini sudah mulai berkurang, seiring kian banyaknya pengambilan ‘kroto’ (telur semut pohon) yang dijual untuk pakan burung,” katanya.
Burung pemakan serangga, kata dia, juga banyak ditangkap untuk dipelihara sehingga berakibat terjadinya ketidakseimbangan dalam ekosistem, karena salah satu rangkaian rantai makanan akan terputus. Penyebab merebaknya populasi ulat bulu, kata pengajar Fakultas Matematika dan IPA Undip itu, bisa juga karena perubahan iklim, iklim yang tak menentu, yang memengaruhi perilaku sejumlah spesies hewan. “Spesies ulat bulu bermacam-macam, dan beberapa spesies ulat bulu yang ditemukan tenyata bukan dari jenis kupu-kupu, seperti yang ditemukan di Probolinggo merupakan larva jenis ngengat dengan nama latin ‘Lymantriidae’,” katanya.
Bahkan, kata dia, sejumlah peneliti meyakini bahwa beberapa spesies bukan endemis Indonesia sehingga menguatkan dugaan bahwa faktor iklim memicu bermigrasinya spesies ngengat asing masuk dan bereproduksi di Indonesia. Selain itu, kata Sapto, penggunaan pestisida secara berlebihan bisa membuat hama pemakan tanaman, seperti ulat menjadi resisten atau kebal terhadap jenis pestisida tertentu yang sering digunakan.
“Secara biologi, sebuah spesies selalu memiliki sistem pertahanan, salah satunya penguatan gen terhadap generasi berikutnya, gampangnya bermutasi lebih kuat. Ini membuat spesies bisa kebal terhadap pestisida,” katanya.
Karena itu, Sapto menyarankan agar penggunaan pestisida yang selama ini banyak ditempuh untuk membasmi populasi ulat bulu yang meningkat jangan dilakukan, melainkan dengan melepas musuh alami mereka ke alam. (get/rk)