Rabu, 13 Juli 2011

TAHUN AJARAN BARU, PELUANG BAGI SEKOLAH SWASTA MEMERAS ORANG TUA MURID!



Orang tua mana yang tidak ingin anaknya jadi anak terpelajar dan pintar? Berapapun biaya yang diperlukan (bila tersedia) akan dikeluarkan asalkan anak dapat mengenyam pendidikan. Sayangnya niat baik orang tua sudah lama tercium oleh Sekolah Swasta yang memanfaatkannya untuk menangguk keuntungan besar-besaran. Awal tahun ajaran baru merupakan ajang bagi Sekolah-sekolah Swasta untuk memeras orang tua murid bagaikan sapi perahan. Kesempatan emas setahun sekali ini tidak akan dilewatkan begitu saja, Sekolah Swasta dengan yakin seyakin-yakinnya memanfaatkan momen panen raya ini secara maksimum. Nampak dari luar seolah tenang, namun pasti, di dalam gedung Sekolah Swasta terjadi transaksi besar-besaran dengan omzet ratusan juta hingga milyaran rupiah (tergantung besar kecil sekolah). Arus dana mengalir dengan pasti dari kantong orang tua murid ke pundi-pundi Sekolah Swasta. Modus, dalih dan caranya bermacam-macam, ada yang harus cash (dana segar) atau kredit, tetapi hasilnya jelas bahwa semua akan masuk ke pundi-pundi sekolah. Simak beberapa pos yang dijadikan tool pemalakan oleh Sekolah Swasta.
 
Biaya sekolah di Sekolah Negeri memang masih terjangkau rata-rata kantong orang tua, apalagi sekarang ada sekolah gratis hingga tingkat SMP, tapi nyatanya tidak semua orang tua dapat menyekolahkan anaknya di sekolah negeri karena berbagai alasan. Pilihan lain tidak ada selain sekolah swasta, keterpaksaan yang harus dijalani walau disadari Sekolah Swasta bagaikan raksasa kemaruk (rakus) yang mengetahui bahwa 'posisi tawar' orang tua murid sangat lemah sehingga berapapun besarnya uang yang diminta pasti akan digelontorkan orang tua asalkan anak bisa masuk atau meneruskan sekolah.
 
Apa saja pos-pos yang dijadikan alat penghasil uang oleh Sekolah Swasta?
Masyarakat seolah dibutakan dengan strategi Sekolah Swasta memeras uang orang tua murid, demikian pula Pemerintah memicingkan mata tidak peduli. Ada beberapa pos utama yang dijadikan alat penghasil uang oleh Sekolah Swasta, yaitu:
1. Uang Pendaftaran Ulang.
2. Uang Sekolah (SPP).
3. Uang Buku.
4. Uang Kegiatan.
5. Uang seragam.
6. Uang Pangkal.
7. Uang lain.
 
1. Uang Pendaftaran Ulang
Daftar ulang memang perlu bagi murid yang naik kelas agar terhitung (masuk) dalam daftar untuk kelas berikutnya, sayangnya hal ini sering dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pihak sekolah untuk memeras orang tua. Ada Sekolah Swasta yang menarik uang pendaftaran ulang sebesar uang sekolah untuk 1 bulan, misalnya: Sekolah Tarsisius di Jakarta. Sebagai gambaran, uang sekolah di SMA Tarsisius 2 Jakarta Barat berkisar 500 ribu hingga 600 rupiah per bulan. Bisa diperkirakan berapa besar keuntungan 'gratis' yang diraih Sekolah dan seberapa banyak ortu yang kaget karena dipalak uangnya dalam jumlah yang sangat besar tanpa ada kemajuan signifikan pembayaran uang sekolah anaknya. Dalam tempo satu minggu harus menyetor sejumlah besar uang kepada pihak sekolah. Pertama, agar bisa mengambil raport ortu harus melunasi semua utang s/d akhir tahun yaitu uang sekolah bulan Juni, uang kegiatan 1 tahun dan cicilan uang pangkal. Kedua, uang pendaftaran ulang harus dibayar dalam tempo 2 hari kemudian. Daftar ulang biasanya dipatok tanggal sekian, dan jauh-jauh hari orang tua murid sudah diberitahu melalui surat bahwa anaknya harus didaftar ulang sebelum tanggal sekian dengan melunasi uang daftar ulang agar nama siswa terdaftar di kelas berikutnya. Nah, orang tua mana yang berani mengambil risiko dengan tidak mendaftarkan ulang anaknya? Jadi, orang tua murid terlihat seperti orang yang mengeluarkan dompet dengan todongan pistol di kepala.
 
2. Uang Sekolah (SPP)
Uang sekolah memang perlu untuk operasional sekolah dan menggaji guru-guru, tetapi Sekolah Swasta selalu tahu cara memanfaatkan kebijakan kenaikan berkala SPP tahun sekali.  Mereka dengan bengis menaikkan SPP setiap tahun ajaran baru yang jumlahnya bervariasi antara 10-20%. Penulis mengatakan 'dengan bengis' karena kenaikan SPP dilakukan TANPA KOMPROMI dengan orang tua. Mau orang tua mampu atau tidak mampu itu bukan urusan kita, demikian kira-kira (mungkin) isi kepala mereka. Bila orang tua murid kaget dengan kenaikan SPP dan menanyakan atau meminta penurunan SPP, biasanya hal ini sudah terlambat. Pengurus sekolah berdalih bahwa itu sudah kebijakan rutin setiap tahun yang tidak bisa dicegah karena biaya operasional mengalami peningkatan. Kesimpulannya, jarang ada uang sekolah yang sudah dinaikkan dapat diturunkan kembali ke posisi semula, kalaupun diturunkan itu cuma untuk menghibur orang tua murid, paling-paling diturunkan 'se encrit' (sedikit saja.) Apa yang didapat orang tua? alih-alih mendapat penurunan SPP, sebaliknya orang tua murid hanya 'mendapat malu' saja bagaikan pengemis yang bolak-balik kesekolah meminta SPP diturunkan kembali.
 
3. Uang Buku
Nah ini merupakan pos penghasil uang yang paling 'legit' bagi sekolah swasta. Para orang tua murid pasti sudah tahu (sudah jadi rahasia umum) bahwa setiap tahun selalu ganti buku baru, atau maksimal hanya 2-3 buku saja yang tidak diganti. Tidak ada yang tahu berapa persisnya keuntungan yang diraih sekolah swasta dari 'permainan' buku ini, hanya orang-orang yang terlibat disana yang mengetahuinya. Bahkan, pihak Pemerintah pernah mengatakan bahwa Pemerintah sudah 'angkat tangan' terhadap permasalahan ('mafia') buku. Setiap tahun orang tua murid harus mengeluarkan uang 'cash keras' sekitar 400-800ribu rupiah per anak untuk membeli buku baru agar anaknya bisa belajar. Orang tua mana yang tega membayangkan anaknya menanggung malu karena harus melirik kekanan kekiri untuk melihat buku teman di sebelahnya ketika pelajaran berlangsung? Lagi-lagi orang tua murid jadi korban penzaliman oleh Sekolah Swasta yang bekerjasama dengan penerbit.
 
4. Uang Kegiatan
Pos yang ini merupakan pos penghasilan sekolah yang seolah tidak nampak, tetapi disinilah sekolah swasta bisa banyak berdalih dalam besaran uang yang perlu 'dipalak' dari orang tua murid, misalnya untuk praktikum ini dan itu, wisata sambil belajar (study tour), kegiatan ini dan itu serta kegiatan olahraga. Untuk pos yang satu ini memang masih bisa dihutang atau dibayar secara cicilan oleh orang tua murid. Rupanya pihak sekolah ada sedikit kesadaran bahwa kantong ortu murid bisa kering (ada batasnya) maka untuk mencegah jangan sampai ortu murid menjadi beringas, uang kegiatan masih boleh dihutang tetapi tetap harus dilunasi sebelum kegiatan berlangsung. Orang tua mana yang ingin melihat anaknya mendapat malu karena tidak ikut kegiatan? Oleh karena itu uang kegiatan pasti (terjamin) akan dibayar orang tua, sekolah tahu itu!
 
5. Uang Seragam
Kelihatannya sepele karena biasanya uang seragam tidak terlalu besar jumlahnya, tetapi dibalik itu, selalu ada keuntungan yang diraih Sekolah Swasta dari kebijakan seragam sekolah. Sekolah jauh dari image sebagai badan sosial atau penolong yang lemah tetapi telah berubah fungsi jadi pedagang eceran yang memanfaatkan peluang pasar. Orang tua mana yang tega membayangkan anaknya mendapat malu karena seragamnya sudah lusuh? Malunya anak adalah malunya orang tua, Sekolah Swasta sudah tahu rahasia ini sejak dahulu kala.


6. Uang Pangkal

Sejak zaman dahulu, uang pangkal merupakan pos paling basah bagi Sekolah Swasta. Momen inilah yang setiap tahunnya diimpi-impikan para pimpinan Sekolah atau Yayasan yang membawahi Sekolah Swasta. Uang pangkal sungguh merupakan sumber penghasilan sangat menggiurkan bagi Sekolah Swasta. Pada umumnya, tidak ada yang tahu persis besaran jumlahnya per murid baru, hanya bisik-bisik antara Kepala Sekolah atau Pimpinan Yayasan dengan orang tua murid. Di sekolah sekolah swasta yang 'ngetop,' besarannya yang sangat bervariasi dari 'permukaan tanah hingga ke langit' itulah yang merupakan tempat bersemayam si drakula penghisap darah orang tua murid. Walaupun cara pembayarannya bisa mencicil, tetap saja orang tua menderita karena faktor jumlah rupiah yang terbilang 'wah.' Orang tua mana yang tega membiarkan si buah hati kecewa karena batal diterima di sekolah impiannya? pengurus di sekolah swasta sangat
 
7. Uang lain
Diluar keenam jenis uang 'resmi' di atas, masih ada lagi pos-pos pemalakan lain yang dijadikan sumber income bagi Sekolah Swasta, misalnya: berbagai jenis sumbangan dengan dalih bermacam-macam. Ada sumbangan untuk pembangunan lahan parkir, pembangunan ruang kegiatan, dll. Eh, ada pula yang memakai modus baru, biar orang tua mau menyumbang maka diiming-imingi dengan undian berhadiah. Para pembaca, silahkan cari sendiri yah uang-uang lain yang dimintakan oleh sekolah pada awal tahun ajaran baru yang belum disebutkan di atas.
 
Kesimpulan
Keterpaksaan orang tua untuk membayar atau menandatangani surat hutang kepada pihak sekolah merupakan indikator bentuk nyata penzaliman yang setiap tahun dilakukan oleh Sekolah Swasta terhadap orang tua murid.

SaranPemerintah sebaiknya jangan sibuk sendiri dengan program-programnya, cobalah perhatikan 'tingkah laku' Sekolah Swasta ketika peralihan tahun ajaran lama ke tahun ajaran baru. Ini saatnya, bertindaklah sekarang, tertibkan! buat peraturan baru bila peraturan yang ada sekarang belum sempurna atau diabaikan oleh Sekolah Swasta. Ingat, banyak murid yang bersekolah di Sekolah Swasta berasal dari keluarga 'kurang mampu.' Memberikan sanksi kepada Sekolah Swasta yang sewenang-wenang! berarti menyelamatkan rakyat dari penzaliman oleh bangsa sendiri. Siapa lagi yang berani dan mau berteriak di 'gurun pasir?'
Referensi
Sumber: www.andresfuenzalida.com

Kamis, 30 Juni 2011

Kelebihan Muatan, Truk pasir Terperosok, Dishubkominfo Dinilai Tak Jeli


Terlihat truk pengangkut pasir yang kelebihan beban terperosok di pinggir jalan Desa Tamanmekar, Kecamatan Pangkalan, kemarin.

PANGKALAN, RAKA - Akibat kelebihan beban, sebuah truk bermuatan pasir terperosok di Desa Tamanmekar, Kecamatan Pangkalan, Senin (27/6) kemarin.

Marwan (33), sopir truk naas tersebut mengatakan, ketika truknya diparkir di pinggir jalan, orang yang memesan pasir menyarankan agar parkirnya mundur. Untuk memenuhi saran pemesan, dirinya terpaksa memarkir ulang agar posisi truk masuk, namun pada saat keluar di jalan yang agak naik untuk kembali mesin mobilnya tiba-tiba mati. "Akhirnya truk mundur tanpa kendali, dan akhirnya terperosok lalu menabrak pagar rumah yang ada di pinggir jalan tersebut," tuturnya.

Saat dikonfirmasi masalah kapasitas muatan, Marwan menjelaskan, jika saja normal muatan truk ini hanya berkekuatan 8-10 ton. Namun, untuk muatan pasir ini dirinya mengisi di tempat pengangkutan pasir sampai 16 ton. "Namun muatan pasir tersebut dalam kondisi basah hingga jika diperkirakan muatan tersebut bisa susut sampai dengan dua ton. Jika mobil truk mati maka untuk pengendalianya sangatlah sulit," tandasnya.

Sementara menurut pemilik rumah, H. Arsin, pada waktu kejadian dirinya berada di dalam rumah, dan hanya mendengar suara kencang yang ditimbulkan truk tersebut. "Saya tidak akan meminta ganti rugi yang berlebihan. Permintaan saya hanya meminta pagar dan tembok baik yang ada di luar atau di dalam rapih kembali, adapun mengenai biaya terserah pihak perusahaan yang mempunyai mobil atau sopirnya itu sendiri, saya tidak akan memberatkan, hanya saja saya minta untuk dirapikan," ujarnya.

Menurut saksi mata, Dullah, mobil tersebut saat untuk kembali dengan tiba-tiba mesinnya mati, dan akhirnya mobil tersebut terhenti karena mentog atau bagian belakangnya menabrak tembok pagar. Dullahpun berfikir, kalau kendaraan jenis tersebut hanya untuk bemuatan sampai 8 ton, kenapa kendaraan ini sampai dengan 16 ton. "Bisa dapat disimpulkan Dishubkominfo hanya mampu mengambil pemungutannya, semantara mobil yang melintas tidak diperiksanya," tuturnya.

Menurut pantauan RAKA di lapangan, kesimpangsiuran penegakan undang-undang (UU) dan aturan lalu lintas di Karawang bukan hanya berlaku pada mobil besar saja, ternyata pengangkut yang menggunakan kendaraan colt diesel atau yang berkapasitas delapan ton, kenyataan di lapangan mereka sering bermuatan melebihi dari kapasitas, dan ketika melintasi retribusi tidak pernah ditanyakan apakah muatannya sesuai atau tidak? hingga tidak jarang kendaraannya itu sendiri sering mengalami kecelakaan. (ark)

Sabtu, 14 Mei 2011

INFRASTRUKTUR JALAN RUSAK DISELESAIKAN MENGGUNAKAN ANGGARAN TAHUN JAMAK


Tanggapan bupati karawang H.ADE SWARA

Menyikapi masih banyaknya pertanyaan masyarakat terkait kerusakan infrastruktur jalan di hampir seluruh wilayah Kab. Karawang, Bupati Karawang, H. Ade Swara kembali menjelaskan bahwa permasalahan tersebut akan diselesaikan sekaligus dengan menggunakan anggaran tahun jamak (multi years). Hal tersebut dikatakan Bupati saat menghadiri kegiatan rapat minggon di kec. Telukjambe Barat dan Telukjambe Timur, Selasa (3/5).
Lebih lanjut Bupati mengatakan, anggaran yang dialokasikan Pemerintah Daerah guna pembangunan infrastruktur jalan setiap tahun tidaklah mencukupi. Alokasi APBD untuk pembangunan infrastuktur setiap tahunnya hanya sekitar Rp. 120 milyar saja. “Sedangkan pembangunan infrastruktur jalan antar kecamatan secara menyeluruh membutuhkan anggaran antara Rp. 600 hingga 700 milyar,” ujarnya.
Bupati melanjutkan, guna menyikapi kekungan anggaran tersebut, pihak Pemerintah Daerah terus mengupayakan berbagai macam cara, dimana salah satunya adalah dengan menggunakan anggaran tahun jamak. “Dengan demikian, seluruh permasalahan infrastruktur jalan dapat diselesaikan secara bersama-sama di seluruh wilayah Kab. Karawang,” imbuhnya.
Bupati menambahkan, rencana tersebut sudah dan masih terus dibahas bersama dengan pihak DPRD Kab. Karawang, khususnya dalam mempersiapkan peraturan-peraturan pendukung yang diperlukan. “Kita tidak diam, melainkan tengah berupaya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, termasuk dengan terus membahas bersama jajaran DPRD,” tuturnya.
Sementara itu menyikapi permasalahan rekrutmen tenaga kerja dan kepedulian sosial perusahaan yang ada di wilayah Kab. Karawang, Bupati Ade Swara menegaskan kembali bahwa Kab. Karawang saat ini telah memiliki perda yang khusus mengatur permasalahan ketenagakerjaan, yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan.
Bupati menjelaskan bahwa dalam perda tersebut telah diatur secara khusus mengenai komposisi kuota tenaga kerja lokal yang ada di perusahaan, yaitu 60 persen tenaga kerja asli Karawang, dan 40 tenaga kerja luar Karawang. “Perda tersebut telah disahkan, dan draft peraturan bupati yang mengatur lebih jauh juga saat ini telah selesai, dan akan disosialisasikan dalam waktu dekat,” jelasnya.
Sedangkan untuk permasalahan kepedulian sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility- CSR), pihak pemerintah daerah saat ini tengah berupaya untuk menginventarisir CSR-CSR perusahaan. “Akan dibentuk suatu tim yang khusus menangani CSR, sehingga ke depan CSR dapat sinergis dengan program pemerintah daerah dan hasilnya dapat dirasakan seluruh masyarakat Kab. Karawang,” tambahnya.

Senin, 25 April 2011

Pelajar SMPN VI Karawang Tewas Disabet Samurai

Senin, 25 April 2011 - 16:17 WIB
Pelajar SMPN Tewas Disabet Samurai
KARAWANG (Pos Kota) – Pelajar kelas I SMPN VI Karawang menjadi suporter Pelita Jaya Karawang lawan Arema di Stadion Singaperbangsa Karawang, tewas mengenaskan bagian depan kepalanya disabet samurai oleh salah seorang dari belasan pemuda yang mencegat rombongan korban, di Jalan raya A. Yani, depan Kantor Perdagangan Karawang, Minggu malam.
Muhammad Azis alias Sijalu bin Enjun Junaedi, 13, warga Kampung Jatirasa RT 14 RW 01 Kelurahan Karangpawitan, Karawang Barat, Senin pagi pukul 08:00, tewas ketika dalam perawatan di ruang UGD RSUD Karawang, setelah semalam sempat di rawat di RSU Bayukarta, Karawang.
Korban yang saat itu masih memakai kaos merah suporter Pelita Jaya, Karawang, berangkat nonton pertandingan bersama kakak lelakinya. Korban setelah pertandingan berakhir pukul 22:00, korban bersama pemuda di Kampung Jatirasa, akan pulang ke rumahnya di Jatirasa yang jaraknya sekitar satu kilometer dari stadion Singaperbangsa.
Ketika rombongan suporter Pelita Jaya dari Jatirasa ini, sampai di jalan raya Kampung Sauyunan tidak tepatnya depan Kantor Perdagangan Karawang, bentrok dengan belasan pemuda yang mengaku suporter Viking. “Saya pulangnya belakangan,” ujar Dede, 20, kakak korban.
“Bentrokan fisik tak bisa dihindarkan, pihak pemuda Jatirasa akhirnya menghindar karena pemuda dari Kampung Sauyunan ada membawa senjata tajam. Korban dahinya kena sabet samurai salah seorang pelaku yang turut mencegat rombongan suporter Pelita Jaya dari Kampung Jatirasa,” tutur Jarot, 19, dan Jaka, 20, pemuda Kampung Jatirasa yang turut dicegat pemuda Kampung Sauyunan.
KEBERATAN DIOTOPSI
Hingga Senin siang pukul 14:00, mayat anak kedua dari tiga bersaudara keluarga pasangan Enjun Junaedi dan Nining Anengsih tersebut, masih berada di kamar mayat RSUD Karawang, pihak kepolisian saat itu merencanakan akan mengotopsi mayat korban. Tetapi orangtua korban menyampaikan keberatan ke RT dan RW setempat, apabila polisi akan mengotopsi janazah anaknya itu.
Sementara itu Satserse Polres Karawang, yang menangani kasus pengeroyokan terhadap suporter Pelita Jaya Karawang, masih meminta keterangan dari beberapa saksi yang menyaksikan kejadian tersebut, serta beberapa pemuda dari kedua belah pihak.

Rabu, 20 April 2011

Program Persalinan Gratis Digulirkan

Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi


PANGKALAN, RAKA - Kabar baik bagi ibu-ibu hamil saat ini, program jaminan persalinan gratis (Jampersal) mulai digulirkan. Seperti dikatakan Kepala Puskesmas Pangkalan, Guruh Sapta SKM, untuk menurunkan angka kematian ibu melahirkan (AKI) dan angka kematian bayi (AKB), pemerintah menggulirkan program Jampersal yang sudah diaktifkan saat ini.

“Untuk memudahkan pelayanan dalam pelaksanaannya, seperti dikatakan petunjuk teknis, diharapkan Puskesmas di tiap kecamatan dapat kerja sama dengan klinik atau rumah bersalin yang ada,” tutur Guruh, kemarin.

Jampersal ini mencakup pemeriksaan kehamilan selama hamil yang diperiksa sebanyak 4 kali, biaya persalinan baik normal atau dengan penyulit, serta pelayanan selama masa nifas yang dijamin hanya 3 kali. Total biaya jaminan untuk persalinan normal adalah Rp 420.000 dengan rincian pemeriksaan kehamilan Rp 40.000, persalinan normal Rp 350.000 dan pelayanan nifas Rp 30.000. Sumber dana dari Program Jaminan Persalinan ini berasal dari APBN yang bergabung dengan Program Jamkesmas.

Selain itu, dikatakan Guruh, Jampersal bisa dinikmati siapa saja yang melakukan persalinan di fasilitas kelas III rumah sakit pemerintah baik keluarga miskin atau keluarga berada. Program persalinan gratis ini juga berlaku bagi pasien yang melakukan persalinan di bidan serta rumah sakit swasta kelas III yang bermitra dengan Dinas Kesehatan. “Sasaran yang dijamin oleh Jaminan Persalinan adalah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan), bayi baru lahir (sampai dengan usia 28 hari),” katanya.  Begitupun yang dikatakan Kepala Puskesmas Tegalwaru, Ujang SKM, program Jampersal sudah disosialisasikan secara serentak oleh Dinas Kesehatan Karawang. Namun, di Kecamatan Tegalwaru, selain ada jaminan persalinan, pihaknya juga berencana akan membangun rumah persalinan secara khusus di lingkungan Puskesmas. “Hal inipun bertujuan dalam peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, sebab semakin lama perkembangan penduduk semakin pesat hingga pelayanan kesehatan pun harus terus ditingkatkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-undang (UU) 1945 Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Maka dari itu mohon dukungan dan doa restunya agar rencana tersebut segera terlaksana,” ungkapnya. (ark)

Senin, 18 April 2011

Warga Badami-Loji Merasa Terzalimi

- Hasil Kesepakatan Pemkab Dengan Pengusaha Terkait Kerusakan Jalan Direspon Negatif


Seperti inilah kondisi perbaikan jalan oleh perusahaan di jalur Badami-Loji. Jika diguyur hujan, jalan menjadi licin dan kotor. Sedangkan jika kemarau, jadi abu yang mengganggu pengguna jalan, bahkan sering menimbulkan kecelakaan.

TEGALWARU, RAKA - Pasca dikeluarkannya hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan kalangan Muspida bersama OPD terkait di lingkungan Pemkab dengan perwakilan dari 9 perusahaan yang ada di wilayah Kecamatan Tegalwaru-Pangkalan dalam menyikapi kerusakan Jalan Badami-Loji, Kamis (14/4) lalu, alih-alih mampu meredam kekecewaan masyarakat Badami-Loji, kini masyarakat semakin tidak percaya terhadap kinerja Pemkab Karawang.

Seperti dikatakan tokoh agama Desa Wargasetra, Kecamatan Tegalwaru, H. Dudin, respon masyarakat atas hasil kesepakatan tersebut sangat negatif. Menurutnya, dalam hadits Al-Bukhari dikatakan bahwa harta, jabatan, dan anak merupakan ujian sekaligus amanah. Namun, jika amanah yang kini dipegang para pejabat Pemkab Karawang tidak bisa menjaganya, maka akan jadi fitnah dan berdampak pada datangnya bencana.

“Sepertinya saat ini khususnya di Karawang, jabatan (kekuasaan) dan kekuatan harta yang berupa uang akan menjadi bencana. Bagaimana tidak, eksploitasi alam dan pembuangan limbah yang sudah sekian lama berjalan dan berdampak pada kerusakan lingkungan terus dibiarkan, sementara jika rakyat yang nyata terkena dampak berusaha untuk menyuarakan ini, dituntut harus sesuai prosedur dengan alasan jangan sampai ada tindakan pidana, sementara banyak perusahaan yang sejak awal berdiri sudah menyalahi aturan dibiarkan,” katanya, Jumat (15/4) kemarin.

Tokoh pemuda Desa Cintawargi, Kecamatan Tegalwaru, Anang, mengatakan, pejabat Pemkab karawang sudah membiarkan bahkan mendukung adanya pelanggaran di Karawang Selatan. Mulai dari Undang-undang (UU) Lingkungan Hidup, maupun UU Lalu Lintas. Bahkan, Surat Keputusan Bupati Karawang, dan surat Dinas Perhubungan yang notabene dibuat oleh pejabat pemkab, juga tidak dihiraukan. “”Kalau begitu menurut saya, pejabat ini memilih di penjara daripada menegakan UU dan aturan atau membela rakyatnya sendiri,” katanya.

Ia melanjutkan, masyarakat memandang Pemkab Karawang telah bertekuk lutut dan tidak berkutik terhadap pengusaha. Para pejabat lebih mengedepankan kebijakan yang dimohon oleh pengusaha daripada penegakan UU, perda, dan SK Bupati. “Jika memang sudah seperti ini, daripada mati karena bencana, lebih baik mati perang melawan pemerintah yang sudah mendzholimi kami sebagai rakyat,” tandasnya.

“Apa salahnya jika pemerintah menegakan aturan dan UU yang sudah ada. Selain ibadah, karena itu merupakan kewajiban juga kelak meraka aman dari jeratan hukum, dan saya tidak habis pikir padahal pengusaha ini orang luar derah, sementara masyarakat (Badami-Loji) 90 persen penduduk asli,” lanjut Anang.

Sementara itu Warga Desa Ciptasari, Kecamatan Pangkalan, Aseng, mengatakan jika ada kerusakan jalan sebelum parah, baik pihak perusahaan atau pemerintah tidak pernah memperbaikinya, sekalipun jika sudah diperbaiki oleh perusahaan hanya dengan batu barangkal atau batu kapur. “Sebenarnya hanya layak dilalui oleh mobil besar saja, atau jika kendaraan roda dua ya trial seperti Bupati kita, paling mulus setelah diurug batu barangkali diurug abu batu yang membuat serba salah, jika hujan jalan jadi kotor berlumpur dan licin, jika kemarau jadi lautan abu yang berbahaya pada siapapun yang melintas di jalur tersebut. Sekalipun diaspal, kekuatannya hanya satu hari keduanya sudah hancur, ini bukti kuat jalan yang dibuat dia sendiri hancur ironiskan. Saat ini saya mendengar perusahaan minta toleransi dari aturan pemerintah seolah-olah tanpa dosa, dan hebatnya lagi pejabat kabupaten tidak mempermasalahkan memproses kesalahan atau pelanggaran yang diperbuat oleh perusahaan tersebut,” tutur Aseng. (ark)   

UNDANGAN

Bismillaahorrohmaanirrohiim

Assalaamu alaikum wr.wb

Kami mengajak kepada seluruh masyarakat Desa Taman Mekar khususnya, umumya kepada seluruh warga masyarakat islam yang senantiasa mencintai Rosululloh SAW, untuk menghadiri acara pengajian RATIB AL ATTAS pada :

Hari       : selasa, 19 april 2011
Jam       : 20:00 Wib s/d selesai
Tempat  : Di kediaman Ustadz Amir Hilal Alawy
                 Kp. Kereteg Rt.02/01 Ds.Taman Mekar - Pangkalan - Karawang

Pembacaan Ratib Insya Allah akan dipimpin langsung oleh guru kita semua  yaitu AL HABIB IDRUS AL ATTAS dari karawang.

mudah2n dengan adanya acara ini Allah SWT senantiasa memberikan Hidayah kepada kita semua dan semoga Pada hari akhir nanti kita mendapatkan syafaat Rosululloh SAW. Amin

Demikian undangan ini kami sampaikan.

Terima kasih

ttd

Pimpinan Majelis


Ustadz Amir Hilal Alawy

Sabtu, 16 April 2011

Ulat Bulu Sudah Menyebar ke Dengklok


DENGKLOK, RAKA- Setelah sebelumnya menyerang Kecamatan Cikampek, kini hama ulat bulu menyebar ke Desa Amansari, Kecamatan Rengasdengklok. Ulat bulu tersebut ditemukan warga pada beberapa batang pepohonan di area hijau SPBU desa tersebut. Meski serangan ulat bulu tidak sesporadis seperti di Jawa Timur, warga tetap merasa cemas dampak dari ulat bulu tersebut bisa menimbulkan ancaman penyakit.

Seperti dikatakan Andri Kurniawan, salah seorang pengendara, ia menemukan komunitas ulat bulu tersebut di beberapa pohon di lokasi SPBU. Kata dia, populasi ulat bulu yang ditemukannya itu sangat memungkinkan untuk berkembang dengan pesat. Mengingat suhu dan cuaca di Karawang sekarang ini dinilai sangat mendukung untuk pertumbuhannya. “Keberadaan ulat ulat bulu ini memang belum sampai menggelikan warga yang melihatnya, seperti di daerah Jawa Timur. Namun, Distanhut lebih baik mewaspadai populasinya,” ungkapnya.

Menurut Andri, serangan ulat bulu di timur pulau Jawa harus menjadi pembelajaran bagi daerah lainnya, termasuk Karawang. Letak geografis Karawang yang didominasi sektor perkebunan juga pesawahan, berpotensi memunculkan populasi ulat bulu dalam jumlah besar. Imbasnya, daerah yang menjadi sasaran populasi ulat bulu, bukan tidak mungkin membuat warganya rawan terserang penyakit. “Penyakit yang ditimbulkan bisa berdampak pada beberapa sektor. Semisal, di Bekasi, ada sekolah yang diliburkan ketika ditemukan populasi ulat bulu dalam jumlah besar, karena membuat sejumlah siswanya terserang penyakit gatal gatal. Ini tidak perlu terjadi. Semua leading sektor perlu melakukan komunikasi untuk mengundang tim pemberantas ulat bulu dari Jawa Barat. Tugas DPRD untuk menyusun kegiatan di beberapa titik yang telah dilaporkan,” jelasnya.

Sementara itu, pakar ekologi Universitas Diponegoro Semarang, Sapto P Putro, menilai penggunaan pestisida untuk membasmi ulat bulu yang mewabah di sejumlah daerah akhir-akhir ini tidak tepat. “Penggunaan pestisida sebenarnya justru memberikan efek resistensi ulat bulu dan mencemari lingkungan sekitar,” katanya.

Menurut dia, cara paling efektif untuk mengatasi merebaknya populasi ulat bulu sebenarnya dengan mengontrol populasi binatang itu secara alami, yakni mengembalikan musuh alami ulat bulu ke alam. Ia menjelaskan semakin berkurangnya populasi hewan yang menjadi pemangsa alami ulat bulu saat ini, seperti burung pemakan serangga dan semut pohon turut memengaruhi merebaknya populasi ulat bulu.

“Populasi semut pohon yang biasa disebut semut ‘rangrang’ saat ini sudah mulai berkurang, seiring kian banyaknya pengambilan ‘kroto’ (telur semut pohon) yang dijual untuk pakan burung,” katanya.

Burung pemakan serangga, kata dia, juga banyak ditangkap untuk dipelihara sehingga berakibat terjadinya ketidakseimbangan dalam ekosistem, karena salah satu rangkaian rantai makanan akan terputus. Penyebab merebaknya populasi ulat bulu, kata pengajar Fakultas Matematika dan IPA Undip itu, bisa juga karena perubahan iklim, iklim yang tak menentu, yang memengaruhi perilaku sejumlah spesies hewan. “Spesies ulat bulu bermacam-macam, dan beberapa spesies ulat bulu yang ditemukan tenyata bukan dari jenis kupu-kupu, seperti yang ditemukan di Probolinggo merupakan larva jenis ngengat dengan nama latin ‘Lymantriidae’,” katanya.

Bahkan, kata dia, sejumlah peneliti meyakini bahwa beberapa spesies bukan endemis Indonesia sehingga menguatkan dugaan bahwa faktor iklim memicu bermigrasinya spesies ngengat asing masuk dan bereproduksi di Indonesia. Selain itu, kata Sapto, penggunaan pestisida secara berlebihan bisa membuat hama pemakan tanaman, seperti ulat menjadi resisten atau kebal terhadap jenis pestisida tertentu yang sering digunakan.
“Secara biologi, sebuah spesies selalu memiliki sistem pertahanan, salah satunya penguatan gen terhadap generasi berikutnya, gampangnya bermutasi lebih kuat. Ini membuat spesies bisa kebal terhadap pestisida,” katanya.

Karena itu, Sapto menyarankan agar penggunaan pestisida yang selama ini banyak ditempuh untuk membasmi populasi ulat bulu yang meningkat jangan dilakukan, melainkan dengan melepas musuh alami mereka ke alam. (get/rk)

Jumat, 15 April 2011

Puluhan Ribu Rumah di Kabupaten Karawang Belum Teraliri Listrik



KARAWANG, RAKA - Sekitar 40.000 rumah yang tersebar pada 30 kecamatan di Kabupaten Karawang belum teraliri listrik. Rumah-rumah yang belum mendapatkan aliran listrik itu adalah rumah warga miskin.

”Jadi mereka (warga miskin) memang tidak sanggup untuk memasangnya. Tetapi, sebelum listrik dipasang mereka juga harus terlebih dahulu membuat pernyataan tentang kesanggupan membayar listrik tiap bulan,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Karawang Hanafi ketika ditemui RAKA di kantornya, Senin (7/3) kemarin.

Dikatakannya,  hingga kini  masih banyaknya rumah yang belum dialiri listrik karena minimnya anggaran untuk memasang sambungan. Sementara alokasi bantuan pemasangan listrik desa setiap tahunnya hanya untuk 45 rumah di satu desa per kecamatan.

”Tahun lalu, anggaran yang dialokasikan oleh Pemkab Karawang sebesar Rp 1,5 miliar untuk Lisdes di 22 kecamatan.Sedangkan sisanya (8 kecamatan lainnya)  bersumber dari anggaran Pemprov Jabar. Saat ini jumlah pemohon  sudah 40 ribu rumah.Sementara alokasi dana justru menurun menjadi 1,25 miliar.Sehingga alokasi dana tersebut  baru mampu membantu untuk 1000 sambungan  dan jika hal tersebut berlangsung setiap tahun tentunya, untuk menjadikan Karawang bebas dari kegelapan butuh waktu 40 tahun,” jelasnya.

Selain karena faktor anggaran, faktor lain seperti ketersediaan daya juga menjadi salah satu penyebab belum tersambungnya aliran listrik ke rumah-rumah pemohon. "Makanya, untuk menentukan salah satu desa yang menjadi penerima program lisdes, kita harus tanya dulu PLN apakah ada daya atau tidak," tuturnya.

Sementara itu, di Desa Taman Mekar, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Karawang sedikitnya ada sekitar 600 rumah yang  belum menikmati aliran listrik. Padahal, desa tersebut berdekatan dengan kawasan industri. "Sangat disayangkan, kami seperti desa yang tertinggal padahaldesa kami ini berdekatan dengan kawasan industri," ucap Barkah (41)  warga setempat beberapa waktu lalu.

Barkah mengatakan sejak adanya desa tersebut hingga jaman yang katanya modern ini, ribuan orang di desa belum pernah menikmati penerangan dengan listrik di malam hari. "Jika sudah waktu magrib, pasti setiap rumah sibuk menyiapkan lilin atau lampu cempor," katanya.

Padahal, kata dia, lampu cempor untuk dapat hidup memerlukan minyak tanah. Sedangkan harga minyak tanah sudah mahal dan susah didapat. "Semua anak sekolah di desa kami, belajar menggunakan lampu cempor. Biasanya juga belajar berkelompok di balai desa dengan menggunakan lampu bertenaga batere," tuturnya.

Kepala Desa Taman Mekar, Ujang Supriatna  mengatakan, pihaknya sudah berulangkali  mengajukan bantuan kepada Pemkab Karawang untuk mendapatkan program Listrik Desa (Lisdes), namun sudah tiga tahun sejak pengajuan belum juga direalisasikan."Sampai kapan pengajuan kami terealisasi, kami belum tahu," ujarnya. (ops)
Terbitkan Entri
- Pemkab Dinilai Terlalu Toleran Pada  Pengusaha  
TAWAR-MENAWAR: Rapat Muspida dengan 9 perusahaan di Tegalwaru-Pangkalan soal Jalan Badami-Loji, kemarin.
KARAWANG, RAKA- Hasil kesepakatan bersama yang dirumuskan kalangan Muspida bersama OPD terkait di lingkungan Pemkab dengan perwakilan dari 9 perusahaan yang ada di wilayah Kecamatan Tegalwaru-Pangkalan dalam menyikapi kerusakan Jalan Badami-Loji, Kamis (14/4), sepertinya masih berkutat pada beberapa poin yang pernah digulirkan sebelumnya. Yakni, pembatasan tonase dan larangan jam pengangkutan dari truk-truk pengangkut hasil produksi maupun bahan baku yang boleh melintas di jalur jalan ini.

Yang membedakan, toleransi tonase yang sebelumnya dipatok hanya maksimal 30 ton kotor, kini pambatasan tonase itu diberlakukan pengecualian bagi angkutan yang menggunakan kendaraan trailler antara 34 hingga 35 ton. Khususnya kendaraan berat yang biasa digunakan PT Esa Kertas Nusantara. Jam larangan mobilitas pengangkutan juga diberikan mulai start atau berangkat di setiap pabrik sejak pukul 21.00 sampai 06.00. Artinya, ketika truk-truk berat tersebut sampai tiba di Badami pukul 23.00, petugas tidak diperkenankan melakukan penyetopan.

Di sesi awal rapat yang dibuka jam 10.00 hingga masuk istirahat jam 13.00, semua poin kesepakatan yang diulang itu tidak ada masalah. Namun ketika masuk ke sesi kedua untuk dilakukan penandatanganan, beberapa perwakilan perusahaan mengajukan keberatan atas beberapa poin yang dianggapnya sulit diterapkan di lapangan. Yaitu pembatasan tonase dan jam larangan pengangkutan. Alasannya, justru jika truk-truk angkutan produksi diijinkan siang hari bisa mengganggu mobilitas masyarakat sekitar.

Namun Asda I Saleh Effendi yang memimpin rapat punya alasan lain. Bahwa pengaturan waktu pengangkutan berdasarkan keinginan masyarakat warga di sepanjang jalan Badami-Loji. Di antara butir-butir kesepakatan, pihak perusahaan menyadari pentingnya sarana jalan tersebut untuk kemudian kerusakan mesti diperbaiki. Kendati tidak secara tegas menyebutkan, sejauhmana kontribusi perusahaan dalam memperbaikinya. Hanya kuasa hukum PT Atlasindo, Asep Agustian, SH sempat menyebutkan ke kalangan pers, bahwa setiap perusahaan di wilayah Karawang Selatan ini telah siap berpartisipasi 2 km.

Selain itu, perusahaan siap pula memperhatikan dan peduli lingkungan, turut menciptakan keamanan dan ketertiban, serta sepakat mentaati semua keputusan hasil pertemuan yang berakhir hingga pukul 16 lewat. Mengenai syarat perijinan disepakati dipenuhi. Adapun pemberlakukan pembatasan, baik yang berhubungan dengan tonase angkutan maupun jam mobilisasi angkutan, pertimbangannya adalah menjaga kenyamanan warga di sepanjang jalan Badami-Loji hingga menghindari kebisingan yang berpengaruh kepada terganggunya kenyamanan warga setempat.

Menanggapi kesepakatan ini, juru bicara Presidium Penyelamat Karawang Selatan (P2KS), Cepyan Lukmanul Hakim, tetap merasa tidak puas. Karena yang dibutuhkan pihaknya bersama warga di sepanjang jalur jalan Badami-Loji adalah ketegasan Pemkab untuk menghentikan truk-truk bertonase di atas kemampuan daya jalan kelas III. Kalau pun toleransi diberikan, tegas Cepyan, berdasarkan Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang lalulintas dan angkutan jalan, toleransi itu hanya 20 ton. Sebab daya tahan jalan Badami-Loji hanya mampu menahan beban berat antara 8 hingga 10 ton.

“Undang-undang tidak bisa dikalahkan oleh hasil kesepakatan. Bila tetap dipaksakan, berarti Pemkab maupun pihak perusahaan melanggar Undang-undang. Atau memang mereka tidak paham? Ironis dong. Perlu kami tegaskan, sebenarnya kalau Pemkab mau serius sangat mudah menyelesaikan persoalan jalan Badami-Loji. Laksanakan saja peraturan yang ada. Apabila solusi yang diambil terus-terus berkutat pada hal-hal yang seharusnya tidak perlu, apalagi sampai sepakat melanggar Undang-undang, kami siap melakukan gugatan class action,” tegas Cepyan.

Begitu pula soal batasan jam pengangkutan, kata Cepyan lagi, mestinya 1 X 24 jam bagi truk-truk bermuatan di atas tonase kemampuan jalan tetap dilarang melintas. Atau penutupan diberlakukan sejak pukul 15.00 hingga 07.00. Diluar jam itu, sebut Cepyan, rutinitas kerja masyarakat pengguna jalan dipastikannya terus terganggu. (vins)

Kamis, 14 April 2011

Lagi, Warga Pangkalan Sandera Truk

-Meminta Ketegasan Dari Pemkab Karawang
 
Dua dari truk yang disandera warga Pangkalan terlihat diparkir di depan kantor DPRD Kabupaten Karawang. Aksi yang dipicu lambannya Pemkab Karawang menyelesaikan permasalahan jalan di Karawang Selatan, hingga kini terus menuai protes dari warga setempat.






KARAWANG, RAKA - Dipicu ketidakpuasan hasil hearing dengan DPRD serta lemahnya ketegasan Pemkab Karawang menanggapi polemik Badami-Loji, Rabu (13/4) malam kemarin, ratusan warga Pangkalan dan sekitarnya kembali menyandera truk bermuatan barang tambang yang melebihi tonase jalan.

Tidak tanggung-tanggung, dua truk milik PT Adhimix dan satu truk EKN diboyong warga kedepan Kantor DPRD Kabupaten Karawang. Bahkan rencananya secara bergiliran warga akan menginap di lokasi penyimpanan truk. “Kami akan terus melakukan aksi tersebut, sampai ada pernyataan tegas dari Pemkab Karawang menghentikan truk bertonase melebihi kapasitas jalan melewati jalan Badami-Loji,” tutur Koordinator DPC LPKSM Satria Pangkal Perjuangan Kecamatan Pangkalan, Abdullah, kepada RAKA.3

Truk yang dicegat di kawasan Karawang 2000 Desa Wanajaya, Kecamatan Telukjambe Barat tersebut, dikatakan Abdullah, adalah bentuk kekecewaan masyarakat terhadap lambannya pemerintah mengatasi permasalahan di Karawang Selatan. Ia menuturkan, warga hanya menuntut tiga hal, yaitu menghentikan operasi truk yang bermuatan melebihi tonase jalan, memperbaiki infrasturktur jalan Badami-Loji, dan menegakan hukum. “Sejak 2003 sampai saat ini warga terus dirugikan oleh aktivitas truk tersebut. Bahkan hingga kini jalan rusak sudah mencapai 70 persen. Bukan itu saja, jalan yang sudah dicor pun kembali rusak,” ungkapnya.

Sebelumnya, puluhan aktivis Presidium Penyelamat Karawang Selatan (P2KS) mengambil langkah walk out dari ruang rapat I gedung DPRD ketika mengikuti hearing dengan pimpinan dewan, perwakilan unsur Muspida, dan OPD lain terkait, Selasa (12/4) sore. Mereka menganggap, apa yang disampaikan dalam forum rapat itu tidak ada penyelesaiaan persoalan yang selama ini jadi tuntutannya. Sebelum aksi WO terjadi, Sekda Iman Sumantri sempat menjelaskan kesimpulan hasil pertemuan bupati dengan unsur Muspida lainnya yang digelar tanggal 11 April. Jalan keluarnya, sebut sekda, perlu langkah-langkah pasti. Di antaranya ditempuh kembali ke kesepakatan bupati sebelumnya dengan konsorsium tanggal 11 Februari. Menuangkan kesepakatan tersebut melalui surat edaran bupati, dan sudah disosialisasikan ke pihak konsorsium. Mengenai aspek legalitas perijinan perusahaan, jelas sekda, itu adalah ranah hukum yang sedang ditelusuri. Apakah ada kesepakatan-kesepakatan antara pengusaha dan Pemkab? Ketika sesi dialog dibuka oleh Ketua DPRD, Tono Bahtiar, para aktivis P2KS menolak. Salah seorang dari mereka, Jajang Sulaeman, mempertegas sikapnya agar Pemkab berani melakukan tindakan tegas dalam menegakan Undang-undang. Kalau tidak bisa, P2KS lebih memilih keluar dari ruangan pertemuan. Namun disaat bersamaan, Ketua Fraksi Golkar Amanat Reformasi yang juga ketua Komisi A, H. Warman, menegaskan ulang sikapnya bahwa bagi fraksinya telah mendengar kabar kalau ijin Atlasindo yang dimilikinya sejak tahun 2002 mesti dievaluasi setiap 2 tahun sekali. Dan ketika evaluasi terakhir di ujung jabatan Bupati Dadang S. Muchtar waktu itu, tidak diberikan. (rk)

Awas, Modus Penipuan Lewat HP Kembali Marak

Awas, Modus Penipuan Lewat HP Kembali Marak

 

 POSPOL: Pos Polisi Johar yang jadi korban fitnah pelaku Penipuan Lewat HP. 





KARAWANG, RAKA - Waspadai, modus penipuan melalui ponsel kini marak kembali di Karawang. Para pelaku seringkali mengatasnamakan polisi lalulintas. Hingga kini, tidak sedikit korban terperangkap hingga harus kena bobol hingga Rp 200 ribu. Korban terbaru adalah orang tua Nurdin yang beralamat di Kampung Pangasingan, Desa Karangligar, Kecamatan Telukjambe Barat.

Hari Minggu (10/4) lalu, sekitar pukul 15.00 Wib orang tua Nurdin ditelephone oleh orang yang mengaku sebagai anaknya. Nurdin, katanya, sedang kena tilang oleh polantas di pos polisi perempatan Johar. Karena merasa bersalah, pelaku yang mengaku Nurdin itu diminta damai dengan imbalan harus memberikan pulsa ke nomor ponsel yang disebutnya polisi. Setelah dikirim pulsa bernilai Rp 100 ribu, pelaku tidak lantas menghentikan aksinya.

Pelaku tetap ingin membobol lagi kantong orang tua Nurdin dengan berpura-pura bahwa ada satu lagi teman polisi yang perlu dikasih pula senilai sama. Tanpa berpikir panjang, orang tua Nurdin kembali mengirimkan pula sejenis. Dan itu pun ternyata tidak cukup. Pelaku minta lagi pulsa dengan alasan, di TKP ada lagi komandan yang mesti dikasih pulsa. Dengan cara itu, pelaku pengaku Nurdin ini merasa baru bisa dilepas kendaraan yang sedang ditilangnya.

"Begitu permintaan ketiga saya tolak, eh ia malah marah-marah. Disitu saya mulai curiga. Saya coba telephone balik ke nomor ponsel yang katanya punya pak polisi, mail box terus. Merasa penasaran, saya menyuruh anak saya yang lain untuk menjemput Nurdin di pos polisi Johar. Ternyata tidak ada. Begitu dijemput ke rumah istrinya di Klari, Nurdin ada. Malah ia kaget ketika kejadian itu diceritakan. Hari itu anak saya tidak kemana-mana. Baru sadar kalau saya kena tipu," ungkap orang tua Nurdin.

Kejadian serupa dengan modus yang sama, menurut Kepala Pospol Johar Aiptu Zaenal Arifin, seringkali terjadi dalam beberapa pekan terakhir. Malah warga Pasar Johar sendiri sempat tertipu dengan mengirimkan pulsa Rp 100 ribu yang mengaku saudaranya dari Sumedang. Pengakuan pelaku, ketika tiba di perempatan Johar ditilang polisi. Belum berselang lama, pembantu salah satu pedagang sate di Jalan Lamaran yang warga Pangkalan adalah korban berikutnya.

Kuat dugaan, pelaku adalah orang yang sama. Sebab dari modus yang dilakukannya, selalu menggunakan cara-cara seperti yang dialami korban sebelumnya. "Semua korban salahnya selalu menyebut duluan nama saudaranya atau anaknya yang mereka klaim. Makanya saya menghimbau masyarakat agar hati-hati dan tidak langsung percaya begitu saja ketika mendapat telephone dari orang yang belum diyakini benar. Bahkan semestinya cross cek dulu ke lokasi yang dijadikan alasan sang penelephone," saran Zaenal saat ditemui RAKA di pos jaganya, Selasa (12/4) siang.

Ditempat terpisah, Kapolres AKBP Merdi Syam, lebih menegaskan bahwa modus operandi penipuan yang mengatasnamakan aparatnya di lapangan sudah kembali marak di Karawang. Oleh karenanya, ia mewanti-wanti masyarakat tetap waspada. Bila perlu, disarankannya masyarakat berani melapor ke Mapolres atau pos polisi terdekat jika mencurigai sedang diincar para pelaku kejahatan tersebut.

"Bukan hanya anak buah saya yang sering diatas namakan oleh pelaku kejahatan. Nama saya sendiri pernah dicatut untuk menipu orang. Beruntung, calon korban langsung melapor. Saya himbau, tolong masyarakat lebih jeli dan jangan mudah terayu atau percaya begitu saja dengan mudah. Modus operandi yang dilakukan para pelaku kejahatan makin kesini makin banyak cara. Bagi mereka, terpenting berhasil menggasak korban," seru Kapolres mengingatkan. (vins)

Aktivitas PT Jui Shin Dinyatakan Ilegal

PANGKALAN, RAKA - Komisi A DPRD Kabupaten Karawang, Rabu (13/4) kemarin, meninjau langsung lokasi pengerjaan jembatan penghubung Karawang-Bekasi di Desa Tamansari, Kecamatan Pangkalan. Tinjauan tersebut terkait dengan pasca pencabutan kunci dan accu excavator jenis backhoe 8/4 oleh Satuan Polisi Pamong Praja, karena pelaksana lapangan tidak dapat memperlihatkan dokumen perizinan baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemkab Karawang.

Ketua Komisi A, H.M Warman SE, mengatakan pihaknya telah mempertanyakan langsung pada Asisten Daerah (Asda) 1 Provinsi Jawa Barat dan Dinas Bina Marga. Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak pernah mengeluarkan izin untuk pekerjaan tersebut. “Kami berterima kasih atas kerja kerasnya Satpol PP yang sudah melakukan pencabutan kunci dan accu, karena jelas pekerjaan ini tidak ada izin, maka pekerjaan yang sudah dilakukan itu illegal alias pelanggaran,” tuturnya kepada RAKA di lokasi pengerjaan jembatan.

Bukan itu saja, Warman juga melakukan observasi lapangan untuk bahan pertimbangan dalam perizinan, dari lokasi backhoe langsung meninjau pada salah satu mata air yang sudah belasan tahun dimanfaatkan oleh ribuan pelanggan Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Pangkalan, yang sampai saat ini tercatat 1.478 pelanggan, dan ini termasuk perkantoran yang ada areal kecamatan Pangkalan diantaranya kantor kecamatan sendiri, Polsek, Koramil, Puskesmas dan lainnya. “Saya memprediksi jika PT Jui Shin ini dapat Izin, jelas pelanggan PDAM ini akan jadi korban, sebab mau tidak mau mata air yang ada di Ciburial ini akan terganggu, bisa jadi akan hilang secara total,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi A, Ace Sofyan, mengatakan saat dirinya masih menjabat Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Tamanmekar, panitia khusus PT Jui shin sudah mengajukan permohonan. “Pada waktu itu kami yang ada di wadah BPD Desa Tamanmekar menolak. Tapi kenapa saat ini pihak pt tersebut sudah melakukan pembebasan lahan, dan sudah semena-mena mulai mengerjakan jembatan untuk sarana pengangkutan bahan baku yang digali dari Karawang,” ungkapnya.

Selain itu dijelaskan juga, kerugian bukan hanya dari kehilangan air saja, akan tetapi mata pencaharian pengusaha kecil yang selama ini hidup dari batu kapur, sementara batu kapurnya akan dikuasai oleh perusahaan raksasa, sementara pekerja mereka rata-rata bukan lulusan serkolah atas terkadang dari mereka tidak punya ijazah, jelas mereka hanya akan jadi penonton.

Menurut salah satu pelanggan dari PDAM, Undang Wijaya SPd, warga Kaum Pangkalan, Desa Ciptasari, mengatakan jika PT Jui shin akan dilakukan, maka masyarakat Kaum Pangkalan dan sekitarnya akan sangat kerugian masalah air bersih, dikarenakan sekitar wilayah Kaum Pangkalan  jauh dari sumber air. “Dan hanya satu-satunya sumber air yang kami andalkan adalah dari PDAM yang sumbernya dari mata  air Ciburial.

Sementara itu ketika musim kemarau saja kami warga Kaum Pangkalan harus bersabar menunggu pergantian aliran air dengan wilayah lain yang sumber airnya dari PDAM juga. Apalagi jika pembangunan PT Jui Shin terus dilakukan dan sampai selesai maka saya sebagai warga Kaum Pangkalan akan sangat merasa kerugian. Karena dampak dari pembangunan PT Jui Shin itu saya yakin pada akhirnya akan mengganggu sumber mata air Ciburial, dan mata pencaharian masyarakat sekitar wilayah Pangkalan,” katanya. (ark)